Senin, 17 Januari 2011

Nusron Wahid: Babak Baru GP Ansor

Politikus Golkar, Nusron Wahid, akhirnya terpilih menggantikan H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) untuk memimpin Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015.Anggota DPR asal Kudus, Jawa Tengah, itu terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor yang baru dalam sidang pemilihan pada hari terakhir Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/1/2011).
Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran, yakni putaran pertama pada Minggu malam dengan hasil 257 suara dan putaran kedua pada Senin siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Ja'far (Partai Kebangkitan Bangsa) yang memperoleh 183 suara sehingga keduanya berhak maju ke putaran kedua.
Kandidat lain, seperti Chotibul Umam Wiranu (Demokrat) hanya meraih 40 suara, meski Umam sebelumnya diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Selain itu, Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad 3 suara, Malik Haramain (PKB) 1 suara, Andi 1 suara, Choirul Sholeh Rosyid 1 suara, dan Yoyo 1 suara.
Dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat, yakni Nusron dan Marwan.
Hasil putaran kedua dalam sidang pemilihan yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner H Saifullah Yusuf adalah Nusron Wahid meraih 345 suara dan Marwan Ja'far 161 suara.
"Pemilihan kali ini luar biasa karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang," kata Gus Ipul yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur itu.
Nusron akan menyusun kepengurusan dengan didampingi sembilan formatur dari Jawa Timur, Banten, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat, Maluku, dan NTT.
"Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan. Oleh karena itu, mari bangun basis di daerah dan akhiri pertikaian selama kongres. Enggak ada lagi kelompok, friksi, dendam, maupun kesumat," kata Nusron dalam sambutannya setelah terpilih.
Ia meminta pendukungnya untuk tidak mendukung dirinya lagi pascakongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji kepada dirinya.
"Indonesia membutuhkan NU, tapi NU isinya masih kosong akibat konflik. Oleh karena itu, Ansor akan membenahi NU supaya NU menjadi payung besar Islam di Indonesia," ujarnya.
Dalam sambutan penutupan mewakili Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gus Ipul menyampaikan lima wasiat kepada penggantinya, Nusron Wahid.
"Saya tidak menyampaikan pesan, tapi saya menyampaikan wasiat. Pertama, Ansor di tingkat ranting masih ada 40-50 persen dari 80.000 lebih karena sisanya harus dilanjutkan," katanya.
Wasiat kedua adalah memperkuat hubungan dengan PBNU. "Meski ada perbedaan, paling tidak ada dalam satu frekuensi," kata Gus Ipul yang sempat berseberangan dengan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu.
Wasiat berikutnya, dorong peningkatan sumber daya manusia sesuai kompetensi, kunjungi daerah-daerah yang terpencil, serta bangun jaringan dengan pihak luar seperti birokrat, pengusaha, dan TNI/Polri.

Nusron Wahid Janji Ubah Wajah Ansor

Nusron Wahid akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor menggantikan Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Nusron akan memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk periode 2011-2015. Anggota DPR RI asal Kudus, Jateng, itu terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor yang baru dalam Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin (17/1) kemarin. Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam di mana dia meraih 257 suara dan putaran kedua Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Dja’far yang memperoleh 183 suara, hingga keduanya berhak maju ke putaran kedua. Sedang kandidat lain seperti Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) yang hanya meraih 40 suara, kandas. Sebelumnya Umam diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Begitu pula Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara. Lalu dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan. Hasil putaran kedua akhirnya dimenangkan oleh Nusron Wahid dengan 345 suara dan Marwan Dja’far 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT. “Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan, karena itu saya minta jangan mendukung saya lagi pasca-Kongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji saya,” katanya.
Janji itu adalah dia ingin mengubah citra Ansor sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda politik. “Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih.
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim, Alfa Isnaini, selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, dia mengatakan, perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan. “Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP politik,” katanya.
Contoh lain, kata dia, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata dia, politisi dari Ansor harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya,” katanya.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, dia menegaskan hubungan NU-Ansor tidak ada masalah. “Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi pengkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor bertugas merealisasikan cita-cita besar NU. “Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis ke-Indonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, dia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional. “Hubungan bukan oposisional itu mengkritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” katanya.
Mengenai rumor adanya orang Cikeas yang mau menjadi Penasihat PP GP Ansor, dia mengatakan hal itu tidak ada masalah, asalkan dia pernah aktif di Ansor atau NU.
“Orang mau menasihati, kok tidak diterima, orang mau berbuat baik kok ditolak. Yang penting, dia tidak `ujug-ujug` (datang secara tiba-tiba), tapi dia pernah di NU atau Ansor. Kalau bukan NU ya di-NU-kan dulu, bukan langsung jadi penasihat,” katanya.
Diminta lepas politik
Sementara itu Wakil Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU), KH Musthofa Bisri (Gus Mus) menyarankan agar Ketua Umum Ansor terpilih menon-aktifkan diri dari partai politik dan sepenuhnya mengurus Ansor. Langkah itu menurut Gus Mus akan lebih baik dan lebih sesuai dengan khittah NU.
“Kalau berani, keluar dari parpol dan hanya ngurus Ansor. Saya kira itu lebih ideal,” kata Kiai pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah ini, menjawab pertanyaan NU Online via Twitter.
Dalam pernyataannya setelah terpilih sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015, Nusron Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan membawa Ansor ke politik. Hal itu menanggapi pertanyaan wartawan terkait keberadaan Nusron sebagai politisi dan anggota DPR Partai Golkar. Namun Gus Mus mengatakan bahwa janji tidak membawa Ansor ke politik tidak cukup. Karena itu bisa saja retoris. “Janji juga untuk tidak membawa politik ke Ansor gak?,’ tanya Gus Mus

Nusron Wahid Pimpin GP Ansor 2011-2016

Politisi Golkar Nusron Wahid akhirnya terpilih menggantikan H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) untuk memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor periode 2011-2016. Anggota DPR asal Kudus, Jateng itu terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor yang baru dalam sidang pemilihan pada hari terakhir Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin.
Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam dengan hasil 257 suara dan putaran kedua pada Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Jakfar (PKB) yang memperoleh 183 suara, sehingga keduanya berhak maju ke putaran kedua.
Kandidat lainnya seperti Chotibul Umam Wiranu (Demokrat) hanya meraih 40 suara, meski Umam sebelumnya diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Selain itu, Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara.
Dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara, sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan.
Hasil putaran kedua dalam sidang pemilihan yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner H Saifullah Yusuf selaku pimpinan sidang adalah Nusron Wahid meraih 345 suara dan Marwan Jakfar 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul yang juga Wagub Jatim itu.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan dengan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT.

Visi Politikus Golkar Memimpin GP Ansor

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih untuk periode jabatan 2011-2016, Nusron Wahid, berjanji tidak akan memberi kebebasan Gerakan Pemuda Ansor sebagai institusi untuk berpolitik. Dan, dia bertekad, di bawah kepemimpinannya, organisasi massa yang berada di bawah Nahdlatul Ulama ini diarahkan menuju perubahan yang lebih baik.
“Tapi kami tidak akan melarang kader Ansor untuk berpolitik, karena itu sama halnya dengan membelenggu kebebasan dan menyumbat kreativitas dan prestasi kader,” kata Nusron Wahid dalam keterangan pers di Hall D, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, usai dipastikan dirinya sebagai pemenang pemilihan, Senin 17 Januari 2011.
Hanya saja, kata NW, saat ini dalam berpolitik kader Ansor belum disiplin. Menurutnya, kader-kader Ansor harus berpolitik dengan individual politik, bukan membawa organisasi. Termasuk dengan merubah paradigma politik yang berkembang.
Menurutnya, paradigma politik yang terbangun saat ini dibarengi dengan citra bahwa Ansor identik dengan politik. “Sehingga saat kongres selalu muncul wacana bahwa setiap kader dari partai politik yang ikut maju sebagai calon, terus dihembuskan Ansor akan dibawa kepada kepentingan partai politik tertentu,” kata salah satu ketua departemen di Partai Golkar itu.
Ia juga menjelaskan, politik ke-Ansoran sama dengan politik dari PBNU saat ini. Kepada pemerintah, PBNU tidak bersikap oposisional. Dalam bersikap kepada pemerintah PBNU lebih bersikap proposional.
“Intinya politik PBNU lebih pada kemaslahatan umat,” ujar pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah ini.
Nusron berhasil mengalahkan 7 nama lain yang ikut meramaikan bursa kandidat. Dari delapan orang itu, akhirnya muncul dua nama terkuat yakni, Nusron Wahid dan Marwan Jakfar yang aktif di Partai Kebangkitan Bangsa.
Kedua nama ini yang memperoleh dukungan tertinggi yakni di atas 99 suara. Nusron Wahid mendapat suara terbanyak yakni 257 suara, selanjutnya Marwan Jakfar (183 suara), Khatibul Umam Wiranu (40 suara), Saiful Tamlika (24 suara), Munawar Fuad (3 suara), Ireng R mendapat (1 suara), Choirul Sholeh Rasyid (1 suara), Andi Ali (1 suara), Malik Haromain (1 suara), kandidat Yoyo juga mendapat (1 suara). Total suara keseluruhan 512 suara, dan ada 4 utusan yang tidak hadir.
Nusron Wahid sudah dua periode duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Pria kelahiran Kudus, 12 Oktober 1973, ini menamatkan sekolah dasar sampai menengah atas di Kudus. Nusron menamatkan S1 di Ilmu Sejarah Universitas Indonesia dan saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di Institut Pertanian Bogor.
Sebagai politikus, Nusron adalah Ketua Hubungan Daerah Jawa Tengah Fraksi Partai Golkar DPR. Nusron duduk di Komisi XI, juga menjabat ketua Panitia Kerja OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sementara di DPP Golkar, Nusron adalah salah satu Ketua Departemen di bawah Bidang Kajian dan Kebijakan DPP Golkar yang diketuai Rizal Mallarangeng. (vivanews.com)

Politik Ansor di Era Nusron Wahid

Siapa pun agaknya tahu, Ansor bukanlah partai politik (parpol), tapi siapa pun mungkin tahu bahwa Nusron Wahid adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang juga politisi.
Sejak awal, politisi Partai Golkar yang kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 12 Oktober 1973 itu diprediksi memenangkan pemilihan Ketua Umum GP Ansor dalam Kongres ke-14 di Surabaya, 13-17 Januari 2011.
Pemuda asal Desa Mejobo, Kudus, yang alumnus Madrasah Qudsiyah dan SMA NU Al Ma`ruf di Kudus itu menjadi Ketua Umum PP GP Ansor setelah memenangkan “all final politisi” bersama Marwan Jakfar (DPR/PKB).
Kemenangan itu bermula dari perdebatan tentang aturan batasan usia calon ketua umum maksimal 40 tahun yang cukup alot hingga menghadirkan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj untuk memutuskan.
Pembatasan usia itu dibahas sejak dari sidang Komisi A (komisi organisasi) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Sabtu (15/1) malam, hingga sidang pleno pada Senin (17/1) dinihari.
Batasan usia itu menjadi tarik ulur dalam sidang pleno, karena batasan itu meniadakan kans Khatibul Umam Wiranu dan Syaifullah Tamliha (politisi PPP), lalu akan menyisakan peluang untuk Nusron Wahid (politisi Golkar) dan Marwan Jakfar (politisi PKB).
Pembahasan Pasal 20 ayat b tentang batasan umur 40 tahun itu sempat membuat sidang Komisi A ditunda pada Sabtu (15/1) malam dan sempat ada kesepakatan untuk menerima batasan itu pada Minggu (16/1) siang.
Namun, kesepakatan itu diperdebatkan lagi saat sidang pleno, terutama pemberlakuan batasan usia 40 tahun itu, apakah periode 2011-2015 merupakan masa transisi atau aturan itu langsung diberlakukan batasan usia itu.
Dalam penjelasannya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj sempat menyatakan bahwa Muktamar NU di Makassar (2010) masih memberi toleransi hingga periode berikutnya, tapi peserta mendesak agar hal itu diputuskan Kongres Ansor saja.
“Aturan itu sudah berlaku di Kongres Fatayat yang lalu. Calon di atas 40 masih boleh. Jika memang aturan batas usia itu wajib dilaksanakan pada Kongres Ansor saat ini, tentu ART NU tidak perlu ada penjelasan bahwa aturan diberlakukan setelah kongres terdekat. Kalau diwajibkan sekarang berlaku, tidak butuh penjelasan,” katanya (16/1).
Akhirnya, peserta menyepakati masa pemberlakuan batas usia maksimal 40 tahun bagi calon untuk Kongres berikutnya (ke-15), sehingga seluruh kandidat Ketua Umum GP Ansor bisa maju ke pencalonan.
“Sudah disepakati semua kandidat boleh mengikuti pencalonan,” kata salah seorang kandidat, Choirul Sholeh Rasyid, Senin (17/1) dinihari.
Kesepakatan itu dihasilkan dalam musyawarah yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner Saifullah Yusuf yang memutuskan aturan batasan usia tidak diberlakukan dalam kongres sekarang, melainkan kongres berikutnya.
Dalam proses pemilihan, legislator yang juga alumnus Universitas Indonesia Jakarta dan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu terpilih dalam pemilihan dua putaran.
Saat putaran pertama pada Minggu (16/1) malam, Nusron meraih 257 suara dan putaran kedua pada Senin (17/1) siang dengan 345 suara. Dalam putaran pertama, Marwan Jakfar (PKB) memperoleh 183 suara, sehingga berhak maju ke putaran kedua bersama Nusron.
Politik Ansor
Masalahnya, apakah GP Ansor era kepemimpinan Nusron Wahid yang politisi itu akan membuat Ansor masuk ranah politik?
“Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih dalam Kongres XIV Ansor di Surabaya (17/1).
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim Alfa Isnaini selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, ia mengatakan perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan.
“Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP (organisasi kemasyarakatan pemuda) politik,” katanya.
Contoh lain, katanya, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata Ketua Umum PP GP Ansor pengganti H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) itu, politisi dari Ansor itu harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya. Kalau berpikir 2014 (Pemilu/Pilpres) juga nanti tahun 2014 saja,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, ia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional.
“Hubungan bukan oposisional itu mengeritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” kata mantan aktivis mahasiswa itu.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, ia menegaskan bahwa hubungan NU-Ansor itu tidak ada masalah.
“Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom (banom) NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi perkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor itu bertugas merealisasikan cita-cita besar NU.
“Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis keindonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Agaknya, program pemuda yang bersifat membangun peradaban melalui ideologi kebangsaan dan kenegaraan yang kritis, objektif, dan tidak radikal itu merupakan politik Ansor, bukan Ansor politik atau Ansor yang berpolitik praktis. (http://www.antaranews.com/berita/1295285228/politik-ansor-di-era-nusron-wahid)

Seluruh Kandidat Ketua Umum Ansor Bisa Maju

Seluruh kandidat Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor akhirnya bisa maju ke pencalonan setelah persoalan batas usia maksimal 40 tahun bagi calon disepakati tidak diberlakukan dalam kongres ke-14 di Surabaya, Senin dini hari. “Sudah disepakati semua kandidat boleh mengikuti pencalonan,” kata salah seorang kandidat, Choirul Sholeh Rasyid.
Batas usia 40 tahun sebelumnya disepakati masuk dalam Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga Ansor, namun soal waktu pemberlakuan aturan itu terjadi perdebatan alot dan keras.
Sebagian peserta menghendaki aturan itu diberlakukan seketika dalam kongres saat ini, sementara sebagian yang lain menghendaki diberlakukan pada kongres berikutnya.
Jika aturan itu diberlakukan sekarang, maka sejumlah kandidat akan terganjal karena telah berusia di atas 40 tahun. Mereka adalah Khatibul Umam Wiranu, Syaifullah Tamliha, dan Chairul Sholeh Rasyid.
Perdebatan soal waktu pemberlakuan aturan batasan usia dipicu kepentingan masing-masing pendukung kandidat dan perbedaan penafsiran terhadap aturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU terkait badan otonomnya, termasuk Ansor.
Dalam AD/ART NU hasil muktamar di Makassar 2010, disebutkan, batas usia calon ketua badan otonom Ansor dan Fatayat adalah 40 tahun yang pemberlakuannya setelah kongres terdekat organisasi itu.
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, yang didatangkan ke arena kongres untuk mengatasi kebuntuan dalam penjelasannya menyebutkan, aturan batas usia baru diberlakukan pada kongres berikutnya. Kongres Fatayat beberapa waktu lalu pun belum memberlakukan aturan itu.
Namun, ketika penjelasan itu dipertanyakan kembali oleh peserta kongres Ansor, Said Aqil kemudian menyerahkan kepada kongres untuk memutuskan apakah aturan itu akan dipakai dalam kongres sekarang atau tidak.
“Tapi untuk kongres berikutnya aturan itu wajib dilaksanakan,” katanya.
Setelah melalui musyawarah yang dipimpin Syaifullah Yusuf, Ketua Umum Ansor yang telah dinyatakan demisioner, diputuskan aturan batasan usia tidak diberlakukan dalam kongres sekarang.
Malik Haramain Mundur
Sementara itu Abdul Malik Haramain menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor dalam kongres ke-14 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
“Saya mundur karena mendapat amanah dari orang tua,” kata Malik kepada wartawan, Minggu.
Malik mengaku tidak ada alasan lain terkait pengunduran dirinya itu.
Ia membantah mundur karena ada tekanan dari partainya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang lebih memilih mendukung Marwan Jakfar yang juga Ketua Fraksi PKB DPR RI.
“Sampai sekarang PKB masih mempersilakan saya maju. Tidak ada tekanan dari PKB untuk menghentikan saya,” katanya.
Ia juga menolak disebut takut kalah jika terus mengikuti persaingan perebutan Ketua Umum Ansor, apalagi berembus isu tak sedap kongres diwarnai politik uang.
“Dukungan kepada saya sampai sekarang sudah memenuhi syarat untuk lolos putaran pertama. Kalau terus maju saya masih bisa meraih 65-75 persen suara,” katanya.
Sesuai tata tertib pemilihan, calon ketua umum minimal harus mendapat dukungan 99 suara dari 516 suara yang dimiliki pengurus wilayah dan cabang.
Terkait pendukungnya, mantan Sekjen GP Ansor itu menegaskan tidak mengarahkan mereka kepada kandidat tertentu.
“Saya beri kebebasan untuk menggunakan hak pilih sesuai hati nurani masing-masing. Saya yakin sahabat-sahabat sudah tahu siapa yang kompeten dan lebih maslahat,” katanya.

Aktivis PMII Mengais Rejeki di Kongres Ansor

Momentum Kongres GP Ansor XIV di Asrama Haji Sukolilo Surabaya dijadikan kesempatan untuk mengais rejeki oleh sejumlah aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya. Buktinya, mereka rela berjualan demi memperoleh untung dalam momentum 5 tahunan itu.
Para aktivis perempuan itu, menjual sejumlah pernak-pernik seperti gantungan kunci, rokok, kaos, serta beberapa aksesoris lain yang bisa ditawarkan kepada peserta kongres.
A’yun, 20, salah satu penjual sekaligus aktivis PMII Surabaya, mengaku sengaja menjual pernak-pernik itu. Sebab, hal itu diyakini pasti menarik terhadap peserta Ansor. “Hasilnya tidak untuk dimakan sendiri. Tapi, nanti akan diberikan ke kas organisasi PMII mas,” ujarnya mesem.
Demikan juga pengakuan Atik, aktivis PMII yang berjualan rokok. Diakuinya, meski nanti mendapatkan untung, uangnya pasti akan bermanfaat untuk organisasi yang dilahirkan dari rahim NU itu.
“Makanya ayo beli. Untungnya pasti bermanfaat mas,” imbuhnya seraya menawarkan.
Sementara itu, pengais rejeki yang lain adalah H.Abrori. Pria tukang pijet asal Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep ini, mengaku sudah biasa menjadi tukang pijet. Bahkan, setiap kongres atau muktamar NU, dipastikan hadir.
“Saya sudah sering jadi tukang pijet dalam momentum seperti sekarang. Sebab, untungnya lebih banyak. Kalau hari-hari biasa, orang minta pijet paling hanya 5-10 orang. Tapi, kalau ada acara seperti sekarang, mencapai 20-30 orang,” tegasnya.

Senin, 17 Januari 2011

Nusron Wahid: Babak Baru GP Ansor

Politikus Golkar, Nusron Wahid, akhirnya terpilih menggantikan H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) untuk memimpin Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015.Anggota DPR asal Kudus, Jawa Tengah, itu terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor yang baru dalam sidang pemilihan pada hari terakhir Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/1/2011).
Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran, yakni putaran pertama pada Minggu malam dengan hasil 257 suara dan putaran kedua pada Senin siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Ja'far (Partai Kebangkitan Bangsa) yang memperoleh 183 suara sehingga keduanya berhak maju ke putaran kedua.
Kandidat lain, seperti Chotibul Umam Wiranu (Demokrat) hanya meraih 40 suara, meski Umam sebelumnya diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Selain itu, Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad 3 suara, Malik Haramain (PKB) 1 suara, Andi 1 suara, Choirul Sholeh Rosyid 1 suara, dan Yoyo 1 suara.
Dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat, yakni Nusron dan Marwan.
Hasil putaran kedua dalam sidang pemilihan yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner H Saifullah Yusuf adalah Nusron Wahid meraih 345 suara dan Marwan Ja'far 161 suara.
"Pemilihan kali ini luar biasa karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang," kata Gus Ipul yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur itu.
Nusron akan menyusun kepengurusan dengan didampingi sembilan formatur dari Jawa Timur, Banten, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat, Maluku, dan NTT.
"Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan. Oleh karena itu, mari bangun basis di daerah dan akhiri pertikaian selama kongres. Enggak ada lagi kelompok, friksi, dendam, maupun kesumat," kata Nusron dalam sambutannya setelah terpilih.
Ia meminta pendukungnya untuk tidak mendukung dirinya lagi pascakongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji kepada dirinya.
"Indonesia membutuhkan NU, tapi NU isinya masih kosong akibat konflik. Oleh karena itu, Ansor akan membenahi NU supaya NU menjadi payung besar Islam di Indonesia," ujarnya.
Dalam sambutan penutupan mewakili Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gus Ipul menyampaikan lima wasiat kepada penggantinya, Nusron Wahid.
"Saya tidak menyampaikan pesan, tapi saya menyampaikan wasiat. Pertama, Ansor di tingkat ranting masih ada 40-50 persen dari 80.000 lebih karena sisanya harus dilanjutkan," katanya.
Wasiat kedua adalah memperkuat hubungan dengan PBNU. "Meski ada perbedaan, paling tidak ada dalam satu frekuensi," kata Gus Ipul yang sempat berseberangan dengan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu.
Wasiat berikutnya, dorong peningkatan sumber daya manusia sesuai kompetensi, kunjungi daerah-daerah yang terpencil, serta bangun jaringan dengan pihak luar seperti birokrat, pengusaha, dan TNI/Polri.

Nusron Wahid Janji Ubah Wajah Ansor

Nusron Wahid akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor menggantikan Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Nusron akan memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk periode 2011-2015. Anggota DPR RI asal Kudus, Jateng, itu terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor yang baru dalam Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin (17/1) kemarin. Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam di mana dia meraih 257 suara dan putaran kedua Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Dja’far yang memperoleh 183 suara, hingga keduanya berhak maju ke putaran kedua. Sedang kandidat lain seperti Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) yang hanya meraih 40 suara, kandas. Sebelumnya Umam diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Begitu pula Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara. Lalu dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan. Hasil putaran kedua akhirnya dimenangkan oleh Nusron Wahid dengan 345 suara dan Marwan Dja’far 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT. “Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan, karena itu saya minta jangan mendukung saya lagi pasca-Kongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji saya,” katanya.
Janji itu adalah dia ingin mengubah citra Ansor sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda politik. “Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih.
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim, Alfa Isnaini, selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, dia mengatakan, perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan. “Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP politik,” katanya.
Contoh lain, kata dia, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata dia, politisi dari Ansor harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya,” katanya.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, dia menegaskan hubungan NU-Ansor tidak ada masalah. “Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi pengkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor bertugas merealisasikan cita-cita besar NU. “Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis ke-Indonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, dia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional. “Hubungan bukan oposisional itu mengkritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” katanya.
Mengenai rumor adanya orang Cikeas yang mau menjadi Penasihat PP GP Ansor, dia mengatakan hal itu tidak ada masalah, asalkan dia pernah aktif di Ansor atau NU.
“Orang mau menasihati, kok tidak diterima, orang mau berbuat baik kok ditolak. Yang penting, dia tidak `ujug-ujug` (datang secara tiba-tiba), tapi dia pernah di NU atau Ansor. Kalau bukan NU ya di-NU-kan dulu, bukan langsung jadi penasihat,” katanya.
Diminta lepas politik
Sementara itu Wakil Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU), KH Musthofa Bisri (Gus Mus) menyarankan agar Ketua Umum Ansor terpilih menon-aktifkan diri dari partai politik dan sepenuhnya mengurus Ansor. Langkah itu menurut Gus Mus akan lebih baik dan lebih sesuai dengan khittah NU.
“Kalau berani, keluar dari parpol dan hanya ngurus Ansor. Saya kira itu lebih ideal,” kata Kiai pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah ini, menjawab pertanyaan NU Online via Twitter.
Dalam pernyataannya setelah terpilih sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015, Nusron Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan membawa Ansor ke politik. Hal itu menanggapi pertanyaan wartawan terkait keberadaan Nusron sebagai politisi dan anggota DPR Partai Golkar. Namun Gus Mus mengatakan bahwa janji tidak membawa Ansor ke politik tidak cukup. Karena itu bisa saja retoris. “Janji juga untuk tidak membawa politik ke Ansor gak?,’ tanya Gus Mus

Nusron Wahid Pimpin GP Ansor 2011-2016

Politisi Golkar Nusron Wahid akhirnya terpilih menggantikan H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) untuk memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor periode 2011-2016. Anggota DPR asal Kudus, Jateng itu terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor yang baru dalam sidang pemilihan pada hari terakhir Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin.
Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam dengan hasil 257 suara dan putaran kedua pada Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Jakfar (PKB) yang memperoleh 183 suara, sehingga keduanya berhak maju ke putaran kedua.
Kandidat lainnya seperti Chotibul Umam Wiranu (Demokrat) hanya meraih 40 suara, meski Umam sebelumnya diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Selain itu, Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara.
Dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara, sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan.
Hasil putaran kedua dalam sidang pemilihan yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner H Saifullah Yusuf selaku pimpinan sidang adalah Nusron Wahid meraih 345 suara dan Marwan Jakfar 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul yang juga Wagub Jatim itu.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan dengan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT.

Visi Politikus Golkar Memimpin GP Ansor

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih untuk periode jabatan 2011-2016, Nusron Wahid, berjanji tidak akan memberi kebebasan Gerakan Pemuda Ansor sebagai institusi untuk berpolitik. Dan, dia bertekad, di bawah kepemimpinannya, organisasi massa yang berada di bawah Nahdlatul Ulama ini diarahkan menuju perubahan yang lebih baik.
“Tapi kami tidak akan melarang kader Ansor untuk berpolitik, karena itu sama halnya dengan membelenggu kebebasan dan menyumbat kreativitas dan prestasi kader,” kata Nusron Wahid dalam keterangan pers di Hall D, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, usai dipastikan dirinya sebagai pemenang pemilihan, Senin 17 Januari 2011.
Hanya saja, kata NW, saat ini dalam berpolitik kader Ansor belum disiplin. Menurutnya, kader-kader Ansor harus berpolitik dengan individual politik, bukan membawa organisasi. Termasuk dengan merubah paradigma politik yang berkembang.
Menurutnya, paradigma politik yang terbangun saat ini dibarengi dengan citra bahwa Ansor identik dengan politik. “Sehingga saat kongres selalu muncul wacana bahwa setiap kader dari partai politik yang ikut maju sebagai calon, terus dihembuskan Ansor akan dibawa kepada kepentingan partai politik tertentu,” kata salah satu ketua departemen di Partai Golkar itu.
Ia juga menjelaskan, politik ke-Ansoran sama dengan politik dari PBNU saat ini. Kepada pemerintah, PBNU tidak bersikap oposisional. Dalam bersikap kepada pemerintah PBNU lebih bersikap proposional.
“Intinya politik PBNU lebih pada kemaslahatan umat,” ujar pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah ini.
Nusron berhasil mengalahkan 7 nama lain yang ikut meramaikan bursa kandidat. Dari delapan orang itu, akhirnya muncul dua nama terkuat yakni, Nusron Wahid dan Marwan Jakfar yang aktif di Partai Kebangkitan Bangsa.
Kedua nama ini yang memperoleh dukungan tertinggi yakni di atas 99 suara. Nusron Wahid mendapat suara terbanyak yakni 257 suara, selanjutnya Marwan Jakfar (183 suara), Khatibul Umam Wiranu (40 suara), Saiful Tamlika (24 suara), Munawar Fuad (3 suara), Ireng R mendapat (1 suara), Choirul Sholeh Rasyid (1 suara), Andi Ali (1 suara), Malik Haromain (1 suara), kandidat Yoyo juga mendapat (1 suara). Total suara keseluruhan 512 suara, dan ada 4 utusan yang tidak hadir.
Nusron Wahid sudah dua periode duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Pria kelahiran Kudus, 12 Oktober 1973, ini menamatkan sekolah dasar sampai menengah atas di Kudus. Nusron menamatkan S1 di Ilmu Sejarah Universitas Indonesia dan saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di Institut Pertanian Bogor.
Sebagai politikus, Nusron adalah Ketua Hubungan Daerah Jawa Tengah Fraksi Partai Golkar DPR. Nusron duduk di Komisi XI, juga menjabat ketua Panitia Kerja OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sementara di DPP Golkar, Nusron adalah salah satu Ketua Departemen di bawah Bidang Kajian dan Kebijakan DPP Golkar yang diketuai Rizal Mallarangeng. (vivanews.com)

Politik Ansor di Era Nusron Wahid

Siapa pun agaknya tahu, Ansor bukanlah partai politik (parpol), tapi siapa pun mungkin tahu bahwa Nusron Wahid adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang juga politisi.
Sejak awal, politisi Partai Golkar yang kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 12 Oktober 1973 itu diprediksi memenangkan pemilihan Ketua Umum GP Ansor dalam Kongres ke-14 di Surabaya, 13-17 Januari 2011.
Pemuda asal Desa Mejobo, Kudus, yang alumnus Madrasah Qudsiyah dan SMA NU Al Ma`ruf di Kudus itu menjadi Ketua Umum PP GP Ansor setelah memenangkan “all final politisi” bersama Marwan Jakfar (DPR/PKB).
Kemenangan itu bermula dari perdebatan tentang aturan batasan usia calon ketua umum maksimal 40 tahun yang cukup alot hingga menghadirkan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj untuk memutuskan.
Pembatasan usia itu dibahas sejak dari sidang Komisi A (komisi organisasi) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Sabtu (15/1) malam, hingga sidang pleno pada Senin (17/1) dinihari.
Batasan usia itu menjadi tarik ulur dalam sidang pleno, karena batasan itu meniadakan kans Khatibul Umam Wiranu dan Syaifullah Tamliha (politisi PPP), lalu akan menyisakan peluang untuk Nusron Wahid (politisi Golkar) dan Marwan Jakfar (politisi PKB).
Pembahasan Pasal 20 ayat b tentang batasan umur 40 tahun itu sempat membuat sidang Komisi A ditunda pada Sabtu (15/1) malam dan sempat ada kesepakatan untuk menerima batasan itu pada Minggu (16/1) siang.
Namun, kesepakatan itu diperdebatkan lagi saat sidang pleno, terutama pemberlakuan batasan usia 40 tahun itu, apakah periode 2011-2015 merupakan masa transisi atau aturan itu langsung diberlakukan batasan usia itu.
Dalam penjelasannya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj sempat menyatakan bahwa Muktamar NU di Makassar (2010) masih memberi toleransi hingga periode berikutnya, tapi peserta mendesak agar hal itu diputuskan Kongres Ansor saja.
“Aturan itu sudah berlaku di Kongres Fatayat yang lalu. Calon di atas 40 masih boleh. Jika memang aturan batas usia itu wajib dilaksanakan pada Kongres Ansor saat ini, tentu ART NU tidak perlu ada penjelasan bahwa aturan diberlakukan setelah kongres terdekat. Kalau diwajibkan sekarang berlaku, tidak butuh penjelasan,” katanya (16/1).
Akhirnya, peserta menyepakati masa pemberlakuan batas usia maksimal 40 tahun bagi calon untuk Kongres berikutnya (ke-15), sehingga seluruh kandidat Ketua Umum GP Ansor bisa maju ke pencalonan.
“Sudah disepakati semua kandidat boleh mengikuti pencalonan,” kata salah seorang kandidat, Choirul Sholeh Rasyid, Senin (17/1) dinihari.
Kesepakatan itu dihasilkan dalam musyawarah yang dipimpin Ketua Umum PP GP Ansor demisioner Saifullah Yusuf yang memutuskan aturan batasan usia tidak diberlakukan dalam kongres sekarang, melainkan kongres berikutnya.
Dalam proses pemilihan, legislator yang juga alumnus Universitas Indonesia Jakarta dan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu terpilih dalam pemilihan dua putaran.
Saat putaran pertama pada Minggu (16/1) malam, Nusron meraih 257 suara dan putaran kedua pada Senin (17/1) siang dengan 345 suara. Dalam putaran pertama, Marwan Jakfar (PKB) memperoleh 183 suara, sehingga berhak maju ke putaran kedua bersama Nusron.
Politik Ansor
Masalahnya, apakah GP Ansor era kepemimpinan Nusron Wahid yang politisi itu akan membuat Ansor masuk ranah politik?
“Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih dalam Kongres XIV Ansor di Surabaya (17/1).
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim Alfa Isnaini selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, ia mengatakan perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan.
“Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP (organisasi kemasyarakatan pemuda) politik,” katanya.
Contoh lain, katanya, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata Ketua Umum PP GP Ansor pengganti H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) itu, politisi dari Ansor itu harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya. Kalau berpikir 2014 (Pemilu/Pilpres) juga nanti tahun 2014 saja,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, ia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional.
“Hubungan bukan oposisional itu mengeritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” kata mantan aktivis mahasiswa itu.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, ia menegaskan bahwa hubungan NU-Ansor itu tidak ada masalah.
“Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom (banom) NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi perkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor itu bertugas merealisasikan cita-cita besar NU.
“Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis keindonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Agaknya, program pemuda yang bersifat membangun peradaban melalui ideologi kebangsaan dan kenegaraan yang kritis, objektif, dan tidak radikal itu merupakan politik Ansor, bukan Ansor politik atau Ansor yang berpolitik praktis. (http://www.antaranews.com/berita/1295285228/politik-ansor-di-era-nusron-wahid)

Seluruh Kandidat Ketua Umum Ansor Bisa Maju

Seluruh kandidat Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor akhirnya bisa maju ke pencalonan setelah persoalan batas usia maksimal 40 tahun bagi calon disepakati tidak diberlakukan dalam kongres ke-14 di Surabaya, Senin dini hari. “Sudah disepakati semua kandidat boleh mengikuti pencalonan,” kata salah seorang kandidat, Choirul Sholeh Rasyid.
Batas usia 40 tahun sebelumnya disepakati masuk dalam Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga Ansor, namun soal waktu pemberlakuan aturan itu terjadi perdebatan alot dan keras.
Sebagian peserta menghendaki aturan itu diberlakukan seketika dalam kongres saat ini, sementara sebagian yang lain menghendaki diberlakukan pada kongres berikutnya.
Jika aturan itu diberlakukan sekarang, maka sejumlah kandidat akan terganjal karena telah berusia di atas 40 tahun. Mereka adalah Khatibul Umam Wiranu, Syaifullah Tamliha, dan Chairul Sholeh Rasyid.
Perdebatan soal waktu pemberlakuan aturan batasan usia dipicu kepentingan masing-masing pendukung kandidat dan perbedaan penafsiran terhadap aturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU terkait badan otonomnya, termasuk Ansor.
Dalam AD/ART NU hasil muktamar di Makassar 2010, disebutkan, batas usia calon ketua badan otonom Ansor dan Fatayat adalah 40 tahun yang pemberlakuannya setelah kongres terdekat organisasi itu.
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, yang didatangkan ke arena kongres untuk mengatasi kebuntuan dalam penjelasannya menyebutkan, aturan batas usia baru diberlakukan pada kongres berikutnya. Kongres Fatayat beberapa waktu lalu pun belum memberlakukan aturan itu.
Namun, ketika penjelasan itu dipertanyakan kembali oleh peserta kongres Ansor, Said Aqil kemudian menyerahkan kepada kongres untuk memutuskan apakah aturan itu akan dipakai dalam kongres sekarang atau tidak.
“Tapi untuk kongres berikutnya aturan itu wajib dilaksanakan,” katanya.
Setelah melalui musyawarah yang dipimpin Syaifullah Yusuf, Ketua Umum Ansor yang telah dinyatakan demisioner, diputuskan aturan batasan usia tidak diberlakukan dalam kongres sekarang.
Malik Haramain Mundur
Sementara itu Abdul Malik Haramain menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor dalam kongres ke-14 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
“Saya mundur karena mendapat amanah dari orang tua,” kata Malik kepada wartawan, Minggu.
Malik mengaku tidak ada alasan lain terkait pengunduran dirinya itu.
Ia membantah mundur karena ada tekanan dari partainya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang lebih memilih mendukung Marwan Jakfar yang juga Ketua Fraksi PKB DPR RI.
“Sampai sekarang PKB masih mempersilakan saya maju. Tidak ada tekanan dari PKB untuk menghentikan saya,” katanya.
Ia juga menolak disebut takut kalah jika terus mengikuti persaingan perebutan Ketua Umum Ansor, apalagi berembus isu tak sedap kongres diwarnai politik uang.
“Dukungan kepada saya sampai sekarang sudah memenuhi syarat untuk lolos putaran pertama. Kalau terus maju saya masih bisa meraih 65-75 persen suara,” katanya.
Sesuai tata tertib pemilihan, calon ketua umum minimal harus mendapat dukungan 99 suara dari 516 suara yang dimiliki pengurus wilayah dan cabang.
Terkait pendukungnya, mantan Sekjen GP Ansor itu menegaskan tidak mengarahkan mereka kepada kandidat tertentu.
“Saya beri kebebasan untuk menggunakan hak pilih sesuai hati nurani masing-masing. Saya yakin sahabat-sahabat sudah tahu siapa yang kompeten dan lebih maslahat,” katanya.

Aktivis PMII Mengais Rejeki di Kongres Ansor

Momentum Kongres GP Ansor XIV di Asrama Haji Sukolilo Surabaya dijadikan kesempatan untuk mengais rejeki oleh sejumlah aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya. Buktinya, mereka rela berjualan demi memperoleh untung dalam momentum 5 tahunan itu.
Para aktivis perempuan itu, menjual sejumlah pernak-pernik seperti gantungan kunci, rokok, kaos, serta beberapa aksesoris lain yang bisa ditawarkan kepada peserta kongres.
A’yun, 20, salah satu penjual sekaligus aktivis PMII Surabaya, mengaku sengaja menjual pernak-pernik itu. Sebab, hal itu diyakini pasti menarik terhadap peserta Ansor. “Hasilnya tidak untuk dimakan sendiri. Tapi, nanti akan diberikan ke kas organisasi PMII mas,” ujarnya mesem.
Demikan juga pengakuan Atik, aktivis PMII yang berjualan rokok. Diakuinya, meski nanti mendapatkan untung, uangnya pasti akan bermanfaat untuk organisasi yang dilahirkan dari rahim NU itu.
“Makanya ayo beli. Untungnya pasti bermanfaat mas,” imbuhnya seraya menawarkan.
Sementara itu, pengais rejeki yang lain adalah H.Abrori. Pria tukang pijet asal Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep ini, mengaku sudah biasa menjadi tukang pijet. Bahkan, setiap kongres atau muktamar NU, dipastikan hadir.
“Saya sudah sering jadi tukang pijet dalam momentum seperti sekarang. Sebab, untungnya lebih banyak. Kalau hari-hari biasa, orang minta pijet paling hanya 5-10 orang. Tapi, kalau ada acara seperti sekarang, mencapai 20-30 orang,” tegasnya.
 
. © 2007 Template feito por Templates para Você