Senin, 17 Januari 2011

Nusron Wahid Janji Ubah Wajah Ansor

Nusron Wahid akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor menggantikan Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Nusron akan memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk periode 2011-2015. Anggota DPR RI asal Kudus, Jateng, itu terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor yang baru dalam Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin (17/1) kemarin. Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam di mana dia meraih 257 suara dan putaran kedua Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Dja’far yang memperoleh 183 suara, hingga keduanya berhak maju ke putaran kedua. Sedang kandidat lain seperti Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) yang hanya meraih 40 suara, kandas. Sebelumnya Umam diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Begitu pula Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara. Lalu dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan. Hasil putaran kedua akhirnya dimenangkan oleh Nusron Wahid dengan 345 suara dan Marwan Dja’far 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT. “Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan, karena itu saya minta jangan mendukung saya lagi pasca-Kongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji saya,” katanya.
Janji itu adalah dia ingin mengubah citra Ansor sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda politik. “Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih.
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim, Alfa Isnaini, selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, dia mengatakan, perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan. “Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP politik,” katanya.
Contoh lain, kata dia, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata dia, politisi dari Ansor harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya,” katanya.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, dia menegaskan hubungan NU-Ansor tidak ada masalah. “Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi pengkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor bertugas merealisasikan cita-cita besar NU. “Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis ke-Indonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, dia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional. “Hubungan bukan oposisional itu mengkritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” katanya.
Mengenai rumor adanya orang Cikeas yang mau menjadi Penasihat PP GP Ansor, dia mengatakan hal itu tidak ada masalah, asalkan dia pernah aktif di Ansor atau NU.
“Orang mau menasihati, kok tidak diterima, orang mau berbuat baik kok ditolak. Yang penting, dia tidak `ujug-ujug` (datang secara tiba-tiba), tapi dia pernah di NU atau Ansor. Kalau bukan NU ya di-NU-kan dulu, bukan langsung jadi penasihat,” katanya.
Diminta lepas politik
Sementara itu Wakil Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU), KH Musthofa Bisri (Gus Mus) menyarankan agar Ketua Umum Ansor terpilih menon-aktifkan diri dari partai politik dan sepenuhnya mengurus Ansor. Langkah itu menurut Gus Mus akan lebih baik dan lebih sesuai dengan khittah NU.
“Kalau berani, keluar dari parpol dan hanya ngurus Ansor. Saya kira itu lebih ideal,” kata Kiai pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah ini, menjawab pertanyaan NU Online via Twitter.
Dalam pernyataannya setelah terpilih sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015, Nusron Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan membawa Ansor ke politik. Hal itu menanggapi pertanyaan wartawan terkait keberadaan Nusron sebagai politisi dan anggota DPR Partai Golkar. Namun Gus Mus mengatakan bahwa janji tidak membawa Ansor ke politik tidak cukup. Karena itu bisa saja retoris. “Janji juga untuk tidak membawa politik ke Ansor gak?,’ tanya Gus Mus

Senin, 17 Januari 2011

Nusron Wahid Janji Ubah Wajah Ansor

Nusron Wahid akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor menggantikan Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Nusron akan memimpin Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk periode 2011-2015. Anggota DPR RI asal Kudus, Jateng, itu terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor yang baru dalam Kongres XIV GP Ansor di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Senin (17/1) kemarin. Nusron terpilih dalam pemilihan dua putaran yakni putaran pertama pada Minggu (16/1) malam di mana dia meraih 257 suara dan putaran kedua Senin (17/1) siang dengan hasil 345 suara.
Dalam putaran pertama, Nusron Wahid bersaing ketat dengan Marwan Dja’far yang memperoleh 183 suara, hingga keduanya berhak maju ke putaran kedua. Sedang kandidat lain seperti Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) yang hanya meraih 40 suara, kandas. Sebelumnya Umam diprediksi merupakan rival terkuat dari Nusron Wahid.
Begitu pula Syaifullah Tamliha (PPP) meraih 40 suara, Munawar Fuad dengan tiga suara, Malik Haramain (PKB) dengan satu suara, Andi satu suara, Choirul Sholeh Rosyid satu suara, dan Yoyo satu suara. Lalu dalam putaran kedua, kandidat yang berhak mengikuti pemilihan harus mengantongi suara minimal 99 suara sehingga hanya tersisa dua kandidat yakni Nusron dan Marwan. Hasil putaran kedua akhirnya dimenangkan oleh Nusron Wahid dengan 345 suara dan Marwan Dja’far 161 suara.
“Pemilihan kali ini luar biasa, karena semua kandidat bisa maju. Prosesnya juga berlangsung demokratis, jujur, adil, dan bisa dilihat semua orang,” kata Gus Ipul.
Nusron yang terpilih pada 17-1-2011 pukul 09.09 WIB itu akan menyusun kepengurusan didampingi sembilan formatur dari Jatim, Banten, Sumbar, Sulsel, Kalteng, Malut, Papua Barat, Maluku, dan NTT. “Kita mulai babak baru yang bukan akhir, tapi awal dari perjuangan, karena itu saya minta jangan mendukung saya lagi pasca-Kongres, tapi justru mengkritik dan menagih janji saya,” katanya.
Janji itu adalah dia ingin mengubah citra Ansor sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda politik. “Lima tahun ke depan, saya ingin melakukan perubahan besar untuk citra dan wajah Ansor yang dikenal sebagai OKP politik,” katanya sesaat setelah terpilih.
Didampingi Ketua PW GP Ansor Jatim, Alfa Isnaini, selaku Ketua Panitia Pelaksana Kongres XIV GP Ansor, dia mengatakan, perubahan citra itu tidak hanya dilakukan dengan pernyataan, tapi juga tindakan. “Di bidang politik, kader-kader Ansor selama ini belum disiplin, kapan berpolitik, kapan berjamiyah Ansor, sehingga Ansor tercitrakan sebagai OKP politik,” katanya.
Contoh lain, kata dia, ketika dirinya yang kebetulan politisi menjadi kandidat Ketua Umum Ansor, maka hal itu langsung dikaitkan sebagai adanya intervensi politik.
“Ansor sebenarnya tidak mungkin melarang kadernya berpolitik, karena hal itu sama halnya dengan melarang kader Ansor menjadi pemimpin nasional, sebab pemimpin nasional itu bersumber dari partai politik,” katanya.
Namun, kata dia, politisi dari Ansor harus ada bedanya, yakni politisi yang disiplin, tidak korupsi, dan sebagainya.
“Ansor itu nggak ada urusan dengan politik, tapi individu boleh saja berpolitik, asalkan tanpa menggunakan baju Ansor, stempel Ansor, dan sebagainya,” katanya.
Ditanya tentang pesan Gus Ipul untuk membenahi hubungan antara Ansor dengan PBNU yang selama kepemimpinannya terkesan kurang harmonis, dia menegaskan hubungan NU-Ansor tidak ada masalah. “Itu hanya kesan orang, tapi Ansor sebagai badan otonom NU tentu ada cara berorganisasi tersendiri dalam sinergi pengkaderan,” katanya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, NU-Ansor hendaknya tidak dibenturkan, karena Ansor bertugas merealisasikan cita-cita besar NU. “Cita-cita NU adalah membangun peradaban dengan nilai ideologi ke-Islaman berbasis ke-Indonesiaan, jadi tugas Ansor adalah penyelamatan ideologi,” katanya.
Mengenai hubungan Ansor dengan pemerintah, dia mengatakan hal itu sama dengan hubungan NU dengan pemerintah yakni bukan oposisional. “Hubungan bukan oposisional itu mengkritik bila pemerintah bertindak zalim, tapi juga mendukung bila melayani rakyat,” katanya.
Mengenai rumor adanya orang Cikeas yang mau menjadi Penasihat PP GP Ansor, dia mengatakan hal itu tidak ada masalah, asalkan dia pernah aktif di Ansor atau NU.
“Orang mau menasihati, kok tidak diterima, orang mau berbuat baik kok ditolak. Yang penting, dia tidak `ujug-ujug` (datang secara tiba-tiba), tapi dia pernah di NU atau Ansor. Kalau bukan NU ya di-NU-kan dulu, bukan langsung jadi penasihat,” katanya.
Diminta lepas politik
Sementara itu Wakil Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU), KH Musthofa Bisri (Gus Mus) menyarankan agar Ketua Umum Ansor terpilih menon-aktifkan diri dari partai politik dan sepenuhnya mengurus Ansor. Langkah itu menurut Gus Mus akan lebih baik dan lebih sesuai dengan khittah NU.
“Kalau berani, keluar dari parpol dan hanya ngurus Ansor. Saya kira itu lebih ideal,” kata Kiai pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah ini, menjawab pertanyaan NU Online via Twitter.
Dalam pernyataannya setelah terpilih sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor periode 2011-2015, Nusron Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan membawa Ansor ke politik. Hal itu menanggapi pertanyaan wartawan terkait keberadaan Nusron sebagai politisi dan anggota DPR Partai Golkar. Namun Gus Mus mengatakan bahwa janji tidak membawa Ansor ke politik tidak cukup. Karena itu bisa saja retoris. “Janji juga untuk tidak membawa politik ke Ansor gak?,’ tanya Gus Mus
 
. © 2007 Template feito por Templates para Você